Catatan Haki

sekelumit tentang hak kekayaan intelektual

  • April 2024
    S S R K J S M
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    2930  
  • music

  • Arsip

  • Meta

Posts Tagged ‘Paten’

LISENSI SEBAGAI SALAH SATU CARA KOMERSIALISASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Posted by catatanhaki pada November 30, 2008

Pendahuluan

Komersialisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan menjadikan sesuatu sebagai barang dagangan.[1] Komersialisasi terhadap kekayaan intelektual dapat dilakukan dalam berbagai macam cara. Salah satu cara komersialisasi kekayaan intelektual adalah melalui lisensi. Cara komersialisasi kekayaan intelektual yang lain adalah penjualan (pengalihan hak) dan waralaba. Dalam penjualan atau pembelian kekayaan intelektual, hak-hak kepemilikan berasal dari penjual ke pembeli dan merupakan aktivitas satu-kali. Kekayaan intelektual tersebut dibeli atau dijual dengan harga yang disetujui. Berbeda dengan penjualan di mana hak keseluruhannya akan beralih, dengan lisensi pemberi lisensi sebagai pemilik kekayaan intelektual masih dapat mengeksploitasi kekayaan intelektual tersebut.

Berdasarkan bidang kekayaan intelektual dikenal 3 kategori lisensi yaitu lisensi teknologi, lisensi publikasi dan hiburan, dan lisensi merek dan barang dagangan.[2]  Makalah ini hanya membahas mengenai lisensi teknologi yang terutama melibatkan paten dan rahasia dagang sebagai bentuk komersialisasi kekayaan intelektual. Lisensi perangkat lunak yang di beberapa negara dapat dilindungi oleh paten dan karenanya termasuk dalam lisensi teknologi tidak akan dibahas dalam makalah ini. Akan dibahas pula keuntungan dan kerugian lisensi baik bagi pemberi lisensi maupun penerima lisensi.

Komersialisasi Kekayaan Intelektual

Ide, inovasi dan ekspresi-ekspresi lain dari kreativitas manusia dapat menimbulkan hak pribadi yang dilindungi oleh undang-undang melalui sistem kekayaan intelektual. Kekayaan intelektual telah memainkan peranan yang semakin besar dalam hubungan bisnis saat ini mengingat kekayaan intelektual merupakan aset yang dapat diperdagangkan. Pengabaian terhadap perlindungan aset-aset kekayaan intelektual sudah pasti akan membahayakan bagi kesuksesan suatu perusahaan.  Menurut WIPO Handbook[3], kekayaan intelektual secara luas berarti hak-hak hukum yang berasal dari aktivitas intelektual dalam bidang industri, ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Sedangkan menurut Frederick Abbott[4], kekayaan intelektual mengacu ke sekumpulan produk tidak berwujud dari aktivitas manusia yang berhubungan dengan ide, ekspresi ide atau ekspresi identitas yang berasal dari seseorang, sementara hak kekayaan intelektual (HKI) berkenaan dengan sekumpulan kepentingan yang dapat dilaksanakan secara hukum dimana seseorang dapat memegang kekayaan intelektual.

Kekayaan intelektual dapat dikomersialisasi jika dapat dipasarkan secara efektif dalam bentuk produk atau jasa dan menghasilkan pendapatan yang cukup untuk menutupi biaya pengembangan produk, perlindungan kekayaan intelektual dan keuntungan yang pantas. Contoh-contoh kekayaan intelektual yang dapat dikomersialisasi adalah 1) teknologi yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen atau industri, 2) alat yang telah dikembangkan oleh pencipta untuk membantu dalam risetnya, seperti perangkat lunak atau pereaksi dan 3) teknologi yang menarik bagi suatu perusahaan. Dalam semua kasus komersialisasi membutuhkan modal, keahlian, sumber daya, manajemen, riset dan pengembangan yang berjalan, dan keberuntungan. Banyak invensi dapat dipatenkan, namun biasanya paten tidak diajukan kecuali invensi-invensi tersebut dapat dikomersialisasi. Perlindungan kekayaan intelektual yang efektif dapat menjadi mahal, contohnya telah diperkirakan bahwa lebih dari 90 persen dari semua paten gagal menghasilkan keuntungan keuangan bagi pemilik paten.

Aset-aset intelektual yang tidak berwujud (intangible) merupakan sumber penghasilan yang berarti bagi banyak perusahaan dimana studi-studi menunjukkan bahwa saat ini lebih dari setengah nilai pasar perusahaan bersumber dari merek, teknologi-teknologi yang dipatenkan dan keahlian intelektual. Akibatnya komersialisasi aset-aset intelektual telah menjadi kekuatan dominan dan menggerakkan ekonomi dunia, yang memaksa bisnis-bisnis untuk mengatur secara aktif peranan hak kekayaan intelektual untuk mengkomersialisasi dan mengkapitalisasi aset-aset pengetahuannya. Kekayaan intelektual sebagai aset dapat ditingkatkan nilainya melalui lisensi. Dengan pemberian lisensi dapat menciptakan sumber pendapatan, menyebarkan teknologi ke kelompok pengguna dan pengembang potensial yang lebih luas dan berfungsi sebagai katalis untuk pengembangan dan komersialisasi lebih lanjut.

Aset-aset kekayaan intelektual dapat dieksploitasi secara komersial oleh pemiliknya atau oleh pihak lain dengan ijin dari pemiliknya. Komersialisasi bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang dapat menutup biaya pengembangan produk. Hal itu dapat dilakukan dengan penjualan (pengalihan hak) bila pemilik tidak mempunyai pengalaman dalam memasarkan produknya dan tidak ingin terlibat dalam kegiatan sehari-hari di bidang teknologi.  Sebaliknya, bila pemilik kekayaan intelektual mempunyai pengalaman dalam pemasaran dan ingin memperoleh pendapatan tambahan yang berkelanjutan maka lisensi dapat menjadi cara untuk mengeksploitasi kekayaan intelektual tersebut.  Kata “lisensi” secara sederhana berarti ijin yang diberikan oleh pemilik hak kekayaan intelektual bagi pihak lain untuk menggunakannya berdasarkan syarat dan kondisi yang disetujui, untuk tujuan tertentu, dalam wilayah tertentu dan selama periode waktu yang disetujui. Menurut Tim Lindsey[5], lisensi adalah suatu bentuk pemberian izin oleh pemilik lisensi kepada penerima lisensi untuk memanfaatkan atau menggunakan (bukan mengalihkan hak) suatu kekayaan intelektual yang dipunyai pemilik lisensi berdasarkan syarat-syarat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu yang umumnya disertai dengan imbalan berupa royalti.

Berdasarkan sifatnya lisensi digolongkan ke dalam 3 jenis, yaitu lisensi eksklusif, lisensi non-eksklusif dan sole licence. Lisensi eksklusif merupakan perjanjian dengan pihak lain untuk melisensikan sebagian HKI tertentu kepada penerima lisensi untuk jangka waktu yang ditentukan dan biasanya lisensi diberlakukan untuk daerah yang ditentukan. Pemberi lisensi biasanya memutuskan untuk tidak memberikan HKI tersebut kepada pihak lain dalam daerah tersebut untuk jangka waktu berlakunya lisensi, kecuali kepada pemegang lisensi eksklusif. Lisensi non-eksklusif merupakan perjanjian lisensi dimana pemilik lisensi dapat memberikan lisensi kekayaan intelektualnya kepada pemakai lisensi lainnya dan juga menambah jumlah pemakai lisensi dalam daerah yang sama. Sole licence adalah suatu lisensi dimana pemberi lisensi hanya boleh memberi lisensi kepada satu pihak tetapi si pemberi lisensi masih diperbolehkan mengeksploitasi kekayaan intelektual tersebut.

Lisensi telah diatur dalam 7 perundang-undangan HKI Indonesia yang terdiri dari:

– Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varitas Tanaman

– Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

– Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

– Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

– Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten

– Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek

– Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Dari semua undang-undang di bidang HKI yang dirinci di atas pada dasarnya yang dimaksudkan dengan lisensi adalah suatu bentuk pemberian izin oleh pemilik lisensi kepada penerima lisensi untuk memanfaatkan atau menggunakan (bukan mengalihkan hak) suatu kekayaan intelektual yang dipunyai pemilik lisensi berdasarkan syarat-syarat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu yang umumnya disertai dengan imbalan berupa royalti.

Asas-asas lisensi

Lisensi bisa merupakan suatu tindakan hukum berdasarkan kesukarelaan atau kewajiban. Lisensi sukarela adalah salah satu cara pemegang HKI memilih untuk memberikan hak berdasarkan perjanjian keperdataan hak-hak ekonomi kekayaan intelektualnya kepada pihak lain sebagai pemegang hak lisensi untuk mengeksploitasinya. Lisensi wajib umumnya merupakan salah satu cara pemberian hak-hak ekonomi yang diharuskan perundang-undangan, tanpa memperhatikan apakah pemilik menghendakinya atau tidak.

Umumnya pemberi dan penerima lisensi akan bernegosiasi dan mengadakan mufakat tentang pemberian pemanfaatan ekonomi HKI dalam cakupan lisensi. Cakupan lisensi yaitu batasan mengenai apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan pemegang lisensi terhadap HKI yang dialihkan dan biasanya diuraikan dalam perjanjian lisensi. Perjanjian lisensi atau kontrak biasanya tertulis dan  mencakup paling tidak:

– Menentukan cakupan wilayah

– Mengidentifikasi pemilik HKI dan hak-hak mereka

– Menjelaskan pemegang HKI dan hak-hak mereka dalam menggunakan HKI

– Menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk mendaftarkan dan melindungi HKI (biasanya pemilik)

– Menentukan apakah lisensi bersifat eksklusif atau non-ekslusif

– Menentukan jangka waktu lisensi (misalnya, satu tahun, tiga tahun dan sebagainya)

– Menentukan apakah lisensi tersebut dapat diperpanjang termasuk persyaratannya

– Menguraikan tindakan atau kejadian yang melanggar kesepakatan

– Menguraikan tindak atau kejadian yang secara otomatis mengakhiri kontrak

– Memutuskan prosedur penyelesaian sengketa

– Menentukan mengenai peningkatan, pembatalan, pelanggaran, dan sub-lisensi

– Menentukan hukum yang mengatur masalah kontrak ini.

Di negara berkembang, perjanjian lisensi HKI seringkali diatur dalam undang-undang perlindungan HKI maupun undang-undang penanaman modal. Karena itu, di banyak negara-negara berkembang, beberapa kementrian mensyaratkan kontrak secara tertulis dan harus didaftarkan, sehingga dapat diawasi apakah isi kontrak tersebut sesuai dengan undang-undang atau tidak. Di beberapa negara, pemerintah akan meneliti apakah kontrak lisensi sesuai dengan:

– Hukum perjanjian

– Undang-undang HKI

– Undang-undang Anti-monopoli

– Undang-undang Penanaman modal

– Kebijakan publik dan kepentingan umum.

Dalam perundang-undangan mengenai kekayaan intelektual di Indonesia disebutkan bahwa perjanjian lisensi harus dicatatkan di DJHKI dan bila tidak dicatatkan maka perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum bagi pihak ketiga. Namun kenyataannya, hingga saat ini peraturan mengenai lisensi belum disahkan walaupun rancangan peraturan pemerintah tersebut telah beberapa kali disusun dan diperbaiki. Menurut Insan Budi Maulana, belum disahkannya peraturan pemerintah tersebut menimbulkan kesan adanya “tarik-ulur” antara Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Sekretariat Negara serta kemungkinan lobi industri farmasi asing yang keberatan dengan pengesahan peraturan pemerintah tersebut.[6]

Persyaratan dalam perjanjian lisensi

Membuat konsep perjanjian lisensi merupakan hal yang cukup penting. Jika syarat-syarat dari lisensi tidak dinegosiasikan dan disetujui oleh pihak-pihak, hukum akan menyikapi (atau menganggap) bahwa pihak-pihak tadi tidak membuat persyaratan apapun dalam perjanjian mereka. Sebagai contoh:

– kecuali suatu perjanjian lisensi secara eksplisit menyatakan lisensi tersebut eksklusif, hukum seringkali menganggap bahwa lisensi-lisensi tersebut adalah non-eksklusif.

– seorang pemegang lisensi HKI dianggap mendapatkan semua hak-hak kepemilikan atas HKI selama jangka waktu yang diperjanjikan.

– kecuali perjanjian lisensi menentukan suatu jangka waktu (misalnya, satu tahun), hukum akan menyimpulkan jangka waktu yang pantas, yang tentunya bervariasi untuk kasus-kasus tertentu.

– kecuali perjanjian lisensi menentukan tanggal akhir perjanjian (atau jelas mengenai, berapa kali perjanjian dapat diperpanjang dan untuk berapa lama), hukum akan menganggap bahwa perjanjian lisensi tersebut secara otomatis bisa diperpanjang. Bahkan, jika ada sengketa tentang pemutusan perjanjian hukum akan menyikapi masa pemberitahuan yang panjang (misalnya, 3 bulan sampai 2 tahun) sebelum perjanjian tersebut diakhiri secara hukum.

Keuntungan-keuntungan perjanjian lisensi bagi pemberi lisensi dan penerima lisensi adalah sebagai berikut:

Keuntungan bagi pemberi lisensi:

– Lisensi dapat membantu perusahaan sebagai pemilik lisensi yang tidak dapat membuat produk atau tidak ingin terlibat dalam pembuatan produk dengan mempercayakan pada kapasitas produksi, distribusi outlet, pengetahuan dan manajemen lokal yang lebih baik dan keahlian lain dari satu atau lebih partner sebagai penerima lisensi.

– Lisensi memungkinkan pemilik lisensi mempertahankan kepemilikan kekayaan intelektual dalam hal teknologi dan memperoleh keuntungan ekonomi, biasanya dalam bentuk pendapatan royalti.

– Lisensi juga dapat membantu perusahaan (pemilik lisensi) untuk mengkomersialisasi teknologinya atau mengembangkan operasinya saat ini ke dalam pasar-pasar yang baru secara lebih efektif dan dengan kemudahan yang lebih besar daripada dilakukan sendiri.

– Lisensi dapat digunakan untuk mendapatkan akses ke pasar-pasar yang baru yang sebelumnya tidak dapat diakses. Penerima lisensi setuju untuk membuat semua penyesuaian yang diperlukan untuk masuk ke pasar asing, seperti terjemahan label dan instruksi; modifikasi barang-barang sehingga sesuai dengan undang-undang dan peraturan lokal; dan penyesuaian dalam pemasaran. Biasanya, penerima lisensi akan bertanggung jawab penuh untuk produksi lokal, lokalisasi, logistik dan distribusi.

-Perjanjian lisensi dapat juga memberikan sarana untuk mengubah pelanggar atau kompetitor menjadi sekutu atau partner dengan menghindari atau menyelesaikan proses pengadilan, yang mungkin mendapatkan hasil yang tidak pasti atau mungkin memakan biaya dan/atau waktu.

Keuntungan bagi penerima lisensi:

– Perusahaan sebagai penerima lisensi dapat mencapai pasar lebih cepat dengan teknologi inovatif karena perjanjian lisensi memberikan akses ke teknologi.

– Perusahaan yang tidak mempunyai sumber daya untuk melakukan riset sendiri dan perkembangannya dapat, melalui lisensi, memperoleh akses ke kemajuan-kemajuan teknis yang diperlukan untuk menyediakan produk-produk baru atau yang lebih unggul.

– Terdapat kesempatan-kesempatan menerima lisensi yang, ketika dipasangkan dengan portfolio teknologi perusahaan yang sekarang, dapat menciptakan produk-produk, layanan dan kesempatan pasar yang baru.

Kerugian bagi pemberi lisensi:

– Pemberi lisensi kadang-kadang dapat menghasilkan keuntungan investasi yang lebih besar daripada menjalankan melalui perjanjian lisensi.

– Penerima lisensi dapat menjadi pesaing dari pemberi lisensi terutama jika diberikan hak untuk beroperasi dalam wilayah yang sama. Penerima lisensi dapat “menggerogoti” penjualan dari pemberi lisensi yang menyebabkan pemberi lisensi kurang mendapatkan royalti . Penerima lisensi sebaiknya efektif atau mendapatkan pasar lebih cepat daripada pemberi lisensi karena mempunyai biaya pengembangan yang lebih sedikit atau lebih efisien.

– Perjanjian lisensi dapat menjadi tidak menguntungkan ketika teknologi tersebut tidak didefinisikan dengan jelas atau tidak lengkap. Dalam kasus demikian pemberi lisensi diharapkan utuk melanjutkan kerja pengembangan dengan biaya yang besar untuk memuaskan penerima lisensi.

– Pemberi lisensi dapat menjadi bergantung secara kritis pada keahlian, kemampuan dan sumber daya dari penerima lisensi untuk menghasilkan keuntungan.

Kerugian bagi penerima lisensi:

– Penerima lisensi kemungkinan telah membuat komitmen keuangan untuk suatu teknologi yang tidak “siap” untuk dieksploitasi secara komersial, atau yang harus diubah untuk memenuhi kebutuhan bisnis penerima lisensi.

– Suatu lisensi teknologi dapat menambah pengeluaran ke produk yang tidak didukung oleh pasar untuk produk itu. Tidak masalah untuk menambahkan teknologi baru, tetapi hanya jika  biayanya ditanggung pasar dalam hal harga yang dapat ditagih. Berbagai teknologi yang ditambahkan ke suatu produk dapat menghasilkan produk yang kaya dengan teknologi yaitu terlalu mahal untuk dipasarkan.

– Perusahaan-perusahaan yang bergantung pada teknologi yang dilisensikan dapat menjadi terlalu tergantung secara teknologi, yang pada akhirnya dapat menjadi hambatan terhadap ekspansi masa depan mereka atau kemampuan mereka untuk menyesuikan, merubah atau menyempurnakan produk-produk mereka untuk pasar-pasar yang berbeda.

Simpulan

1. Kekayaan intelektual berhubungan dengan komersialisasi karena kekayaan intelektual mempunyai karakteristik sebagai aset yang dapat menghasilkan pendapatan yang diterima dari penggunaan atas kekayaan intelektual tersebut dalam kegiatan yang bersifat komersial.

2. Komersialisasi kekayaan intelektual dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti penjualan aset, lisensi dan waralaba. Dalam bidang teknologi cara komersialisasi yang umum dilakukan adalah dengan cara lisensi.

3. Peraturan pemerintah mengenai lisensi harus segera disahkan untuk mencegah terjadinya konflik pelanggaran hak kekayaan intelektual yang dapat merugikan pelaku bisnis terkait dan pada gilirannya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.


[1]    Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/

[2]    WIPO and ITC, Exchaning Value, Negotiating Technology Licensing Agreements, A Training       Manual, January 2005, hlm. 14.

[3]   WIPO, WIPO Intellectual Property Handbook: Policy, Law and Use, Geneva, 2001, hlm. 3.

[4]    Frederick Abbott, Thomas Cottier, Francis Gurry, The International Intellectual Property System, Commentary and Materials, Kluwer Law International, The Hague, 1999, hlm. 21.

 [5] Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo (editor), Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar, Asian Law Group Pty Ltd dan PT. Alumni, Bandung, 2006, hlm. 332.

[6]    Insan Budi Maulana, Politik dan Manajemen Hak Kekayaan Intelektual, Bahan Kuliah Program Pascasarjana Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta, 2006, hlm. 12.

Posted in Paten | Dengan kaitkata: , , | Leave a Comment »