Pendahuluan
Selama bertahun-tahun, para ekonom telah mencoba untuk memberikan penjelasan mengenai mengapa ekonomi beberapa negara berkembang dengan cepat sementara yang lainnya tidak; dengan kata lain, mengapa beberapa negara kaya dan yang lainnya miskin. Telah disetujui secara umum bahwa hal ini disebabkan karena ekonomi kapitalis, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, telah berubah menjadi ekonomi informasi. Kapitalisme lama merupakan kapitalisme dari barang-barang, pabrik, dan tenaga kerja, bahkan tenaga kerja terlatih, telah berlimpah pasokannya, sedangkan kapitalisme baru yang pada intinya mengenai kontrol informasi dan pengetahuan telah memainkan peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi saat ini. Untuk alasan ini masalah-masalah mengenai hak-hak kekayaan intelektual telah menjadi sedemikian penting dan mendesak. Kekayaan intelektual merupakan suatu “alat kekuatan” untuk pertumbuhan ekonomi dan kreasi kekayaan yang belum digunakan secara optimal di semua negara, khususnya di negara berkembang. Kekayaan intelektual merupakan penuntun praktis untuk menggunakan aset-aset yang intangible – seperti ilmu pengetahuan, informasi, kreativitas dan keahlian menemukan sesuatu yang baru – yang menggantikan secara cepat aset-aset tradisional dan tangible – seperti tenaga kerja dan modal – sebagai daya penggerak dari perkembangan ekonomi.
Ahli ekonomi Paul Romer menyarankan bahwa akumulasi ilmu pengetahuan merupakan daya penggerak di belakang pertumbuhan ekonomi. Bagi negara-negara untuk meningkatkan pertumbuhan, menurut teorinya, kebijakan-kebijakan ekonominya harus mendorong investasi dalam riset dan pengembangan yang baru.
Tren teknologi yang terbaru dan know-how dari berbagai macam teknologi bisa didapat melalui informasi paten yang dipublikasikan oleh Kantor Paten. Adanya sistem informasi paten yang baik dapat digunakan, tentunya secara legal dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku untuk mengembangkan dan menguasai teknologi.
Dalam rangka mendorong pengembangan dan penguasaan teknologi, selain pemanfaatan informasi paten yang ada, perlu juga dimanfaatkan sistem pendaftaran paten secara internasional melalui jalur Perjanjian Kerjasama Paten (PCT) yang dapat memberikan kemudahan bagi pemohon paten untuk mendaftarkan permohonan patennya secara serempak ke banyak negara. Hal ini jelas memberikan keuntungan bagi pemohon dibandingkan dengan pendaftaran melalui sistem paten tradisional yang harus dilakukan secara tersendiri untuk setiap negara dimana perlindungan paten ingin didapatkan.
Tulisan ini akan membahas mengenai dampak pengembangan dan penguasaan teknologi bagi Indonesia setelah menjadi anggota PCT. Secara khusus dampak yang diamati adalah jumlah permohonan paten dalam negeri yang diajukan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI). Jumlah permohonan paten dalam negeri dapat dijadikan ukuran terhadap pengembangan dan penguasaan teknologi karena jelas dengan bertambahnya jumlah permohonan paten maka banyak proses riset dan penelitian yang telah dilakukan untuk mengembangkan dan menguasai teknologi tersebut. Selain itu juga akan dibahas dampak yang sama yang dialami oleh negara lain setelah menjadi anggota PCT. Dalam hal ini penulis memilih negara Korea Selatan yang secara nyata telah menunjukkan dampak yang luar biasa dalam pengembangan dan penguasaan teknologi yang dibuktikan dengan jumlah permohonan paten dalam negerinya yang jauh lebih besar daripada jumlah permohonan paten luar negerinya bahkan sebelum negara tersebut menjadi anggota PCT.
Teori dan Kerangka Pemikiran
Istilah “teknologi” tidak hanya mengacu ke mesin dan peralatan teknik (disebut teknologi “keras”), tetapi juga ke teknologi “lunak”, yaitu, informasi teknologi atau know-how. Informasi ini diperoleh melalui riset dan inovasi, yaitu, melalui pergerakan ide dari invensi ke produk-produk, proses-proses dan layanan-layanan dalam pemakaian praktis yang baru, dan melalui proses yang kompleks dan sering mahal yang melibatkan pembelajaran dari pihak lain.
Kamus Merriam-Webster mendefinisikan teknologi sebagai “aplikasi pengetahuan praktis, kemampuan yang diberikan oleh aplikasi pengetahuan yang praktis atau cara melaksanakan tugas khususnya menggunakan proses, metode, atau pengetahuan praktis.” Ensiklopedia Britannica mendefinisikan teknologi sebagai “aplikasi dari pengetahuan ilmiah terhadap tujuan-tujuan praktis dari kehidupan manusia atau, kadang-kadang, terhadap perubahan atau manipulasi dari lingkungan manusia. Teknologi termasuk penggunaan bahan, alat, teknik, dan sumber-sumber tenaga untuk membuat hidup lebih mudah atau lebih menyenangkan bekerja lebih produktif. Sementara pengetahuan ilmiah berhubungan dengan bagaimana dan mengapa hal-hal terjadi, teknologi focus pada membuat hal-hal terjadi.” Definisi popular dari teknologi adalah “teknologi merupakan penggunaan praktis dari informasi ilmiah.” Oleh karena itu, secara luas, teknologi mengacu pada produk-produk akhir dari riset dan pengembangan ilmiah dalam bentuk invensi dan know-how yang digunakan sebagai alat atau proses untuk membuat produk-produk dan layanan-layanan baru atau yang disempurnakan yang melayani kebutuhan-kebutuhan pasar dengan lebih baik. Sering terdapat kecenderungan untuk menyamakan satu paten dengan satu teknologi. Sejumlah paten bersama-sama bertanggung jawab untuk suatu teknologi dan sejumlah teknologi untuk suatu produk, contohnya kamera atau mobil.
Teknologi dapat diperoleh baik melalui riset dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan sendiri, bekerja sama dengan pihak lain, atau dengan mendapatkan teknologi yang dikembangkan oleh pihak lain yang mungkin ditawarkan di pasar. Sering, lebih bijaksana untuk mendapatkan teknologi dari pihak lain daripada menginvestasikan waktu dan sumber daya untuk menemukan sendiri pemecahan yang sempurna; hal ini sesuai, contohnya, jika teknologi yang diperlukan tidak dapat dikembangkan sendiri karena alasan biaya, jangka waktu, sumber daya manusia dan aset-aset.
Untuk mengembangkan dan menguasai teknologi diperlukan sistem paten yang dapat meningkatkan kompetisi teknologi dan bisnis karena pemegang paten dan kompetitornya berlomba untuk meningkatkan invensi dan menghasilkan invensi-invensi baru[1].
Sistem paten juga diperlukan karena dapat menstimulasi perkembangan ekonomi dengan beberapa cara antara lain:
(1) informasi paten memudahkan transfer teknologi dan investasi langsung dari luar negeri;
(2) paten mendorong riset dan pengembangan di universitas-universitas dan pusat-pusat riset;
(3) paten merupakan katalis dari teknologi-teknologi dan bisnis-bisnis baru; dan
(4) bisnis-bisnis mengumpulkan paten dan melibatkan lisensi, perusahaan patungan, dan transaksi-transaksi lain yang menghasilkan pendapatan berdasarkan asset-aset tersebut.
Informasi Paten Dapat Memudahkan Transfer Teknologi dan Investasi Langsung
Dokumen paten berisi uraian lengkap dari invensi. Untuk alasan ini, database paten, yang tersedia bagi publik dan dapat ditelusuri di internet, merupakan sumber informasi teknis yang kaya yang dapat digunakan, asalkan paten tersebut tidak dilanggar. Database paten dapat juga digunakan untuk mendapatkan penerima lisensi yang potensial dan rekan bisnis. Suatu survei melaporkan bahwa 67 persen perusahaan Amerika Serikat memiliki aset teknologi yang gagal dimanfaatkan (diperkirakan antara US$115 bilyun hingga US$1 trilyun). Sekitar US$100 bilyun terikat dalam inovasi menganggur tersebut dalam portofolio kekayaan intelektual dari perusahaan-perusahaan besar. Daripada membiarkan invensi tersebut menambah pengeluaran biaya pemeliharaannya, perusahaan dapat menjual invensi tersebut atau memberikan lisensi. Contohnya, Azithromycin yang merupakan antibiotik paling laku di dunia dari Kroasia[2].
Paten Mendukung Pusat-Pusat Riset dan Universitas-universitas
Hubungan antara pusat-pusat riset yang didanai publik dengan universitas-universitas, riset dan pengembangan, dan kekayaan intelektual merupakan hubungan yang dinamis. Riset dapat menghasilkan invensi-invensi, yang kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan-pendapatan untuk universitas melalui lisensi. Universitas tersebut, yang diperkaya dengan pendapatan lisensi, kemudian menjadi lebih dapat melakukan riset dan pengembangan lebih jauh, dan juga memperkuat misi pendidikan utamanya. Suatu siklus dihasilkan dimana pusat riset/universitas menjadi pusat inovasi yang bergairah. Lingkungan ini mempunyai efek makro ekonomi yang menguntungkan, termasuk mengurangi “mengalirnya tenaga ahli”, menghasilkan dukungan keuangan untuk pendidikan, dan mempromosikan riset yang menjadi patokan.
Di negara-negara berkembang, program-program riset terutama didanai oleh sektor publik atau universitas-universitas (kebanyakan publik), tetapi pendanaaan ini sering tidak mencukupi. Persentase pengeluaran riset dan pengembangan global di negara-negara berkembang terus menurun. Pendekatan yang menjanjikan untuk meningkatkan investasi ke dalam adalah melalui investasi asing langsung dan kerjasama dengan pusat-pusat riset lokal/universitas-universitas dan sector swasta. Investasi dan usaha lisensi tersebut didorong melalui, inter alia, memperkuat undang-undang HKI dan juga merubah undang-undang dan kebijakan-kebijakan untuk memudahkan lisensi teknologi dari universitas-universitas dan pusat-pusat riset kepada sektor swasta. Undang-undang dan kebijakan-kebijakan tersebut memungkinkan universitas-universitas dan lembaga-lembaga publik untuk mendapatkan paten, memberi lisensi eksklusif atau non-ekslusif kepada perusahaan-perusahaan swasta, dan mempertahankan pendapatan royalti.
Contohnya, di Amerika Serikat Undang-undang Bayh-Dole tahun 1980 dirumuskan sebagai hasil studi dan debat mengenai kebijakan paten pemerintah Amerika Serikat pada 1960-an dan 1970-an. Dari data yang ada diketahui bahwa Undang-undang tersebut meningkatkan secara mendasar transfer teknologi antara universitas-universitas dan industri.
Tahun 1984, Cina mengambil langkah awal memasuki ekonomi yang berorientasi-pasar dengan mengundangkan undang-undang patennya, dan tahun 1999, memperkenalkan Undang-undang baru mengenai kreasi teknologi-teknologi baru, perkembangan teknologi tinggi dan penerapan industrinya.
Dalam kasus dimana teknologi merupakan sesuatu yang mendasar atau sesuatu yang melibatkan kepentingan umum dan publik, lisensi pemilik paten secara sukarela dan non-eksklusif yang diberikan ke pihak-pihak yang tertarik mungkin sudah mencukupi.
Paten Menstimulasi Teknologi-teknologi dan Industri-industri Baru
Paten adalah suatu alat yang kuat untuk mendorong kreasi teknologi-teknologi dan industri-industri baru. Bioteknologi merupakan contoh dari teknologi baru yang, tanpa sistem paten, tidak dapat dikembangkan. Contoh, sukses India dalam daerah ini[3].
Sifat global dari riset farmasi dan bioteknologi telah menghasilkan pembentukan kerjasama antara perusahaan-perusahaan di seluruh dunia termasuk kelompok besar ekonomi baru seperti India, Cina, Korea, Singapura dan Brazil[4].
Untuk mengetahui perkembangan teknologi salah satunya dapat melalui informasi teknologi yang terdapat dalam dokumen paten. Informasi dalam dokumen paten berisi informasi teknis dan hukum yang dipublikasi secara berkala oleh kantor-kantor paten. Dokumen paten mencakup uraian lengkap tentang bagaimana suatu invensi yang dipatenkan bekerja dan klaim-klaimnya yang menentukan lingkup dari perlindungan dan juga rincian mengenai siapa yang mematenkan invensi tersebut, kapan dipatenkan dan acuan terhadap literatur yang berhubungan. Sekitar dua pertiga dari informasi teknis yang diungkapkan dalam paten-paten tidak pernah dipublikasi dimanapun dan seluruh kumpulan dokumen paten di seluruh dunia meliputi kira-kira 40 juta buah. Hal ini membuat informasi paten sebagai kumpulan dari data teknologi terklasifikasi yang paling komprehensif.
Kebanyakan invensi diungkapkan ke publik untuk pertama kalinya ketika permohonan paten dipublikasi. Karenanya, paten menyediakan sarana pembelajaran mengenai riset dan inovasi sering jauh sebelum produk-produk inovatif muncul di pasaran. Tren teknologi yang terbaru dan know how dari berbagai macam teknologi bisa didapat melalui publikasi paten yang dilakukan oleh Kantor Paten. Adanya sistem informasi paten yang baik dapat digunakan, tentunya secara legal dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku untuk mengembangkan dan menguasai teknologi.
Sehubungan dengan pengembangan dan penguasaan teknologi, maka informasi paten dapat dimanfaatkan untuk hal-hal sebagai berikut:
- Memantau berbagai alat/teknologi yang diperlukan guna mengembangkan suatu usaha.
- Mengetahui perusahaan-perusahaan yang mengembangkan alat/teknologi tersebut.
- Mengkaji dan mengembangkan lebih lanjut alat/teknologi tersebut.
- Memilih alat/teknologi yang sesuai dengan kemampuan (dana yang tersedia).
- Memanfaatkan semua informasi yang tersedia sehubungan dengan alat/teknologi tersebut dalam menegosiasikan lisensi.
- Mengetahui berakhirnya masa perlindungan paten (yang dapat diartikan bahwa paten tersebut dapat dimanfaatkan tanpa harus meminta izin atau membayar royalti kepada pemiliknya).
Untuk dapat memanfaatkan informasi paten tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelusuran yang bertujuan untuk mencari dokumen pembanding terkait dalam bidang teknik invensi sehingga dapat diketahui peluang sukses invensi yang diajukan, mengarahkan kegiatan riset dan pengembangan, mencegah terjadinya tumpang tindih dalam melakukan riset dan memprediksi teknologi masa depan.
Ada beberapa jenis penelusuran paten yang tersedia pada suatu kantor paten yakni:
A. Berdasarkan Pelaksana terdiri dari:
1. Penelusuran Nasional;
2. Penelusuran Internasional (ISA);
3. Penelusuran oleh Swasta
B. Berdasarkan Jenis Pelayanan terdiri dari:
1. Penelusuran dengan Tema (Searchs by Theme);
2. Penelusuran dengan Pemohon atau Inventor
(Searchs by applicant or Inventor);
3. Penelusuran dengan Kasus (Searchs by Case);
4. Penelusuran Patenabilitas (Novelty Searchs);
5. Penelusuran Validitas (Validity Searchs);
6. Penelusuran Pelanggaran (Infringement Searchs).
Sumber penelusuran paten terdiri dari dokumen paten, dokumen non-paten seperti majalah ilmiah, buku, abstrak, jurnal dan lain-lain, database komputer dan internet.
Informasi yang dapat diperoleh dari dokumen paten antara lain teknologi dari bidang penemuan yang sudah ada, masalah teknologi apa yang akan diselesaikan dan bagaimana cara penyelesaian masalahnya. Selain itu juga dapat diketahui apakah suatu teknologi sudah menjadi publik domain atau belum.
Informasi paten tersebut dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengembangan dan penguasaan teknologi antara lain:
- Para Peneliti/Penemu dalam industri, Riset dan Pengembangan dan Universitas yang memanfaat informasi paten untuk menghindari duplikasi penelitian, menilai dokumen pembanding sebelum melakukan penelitian, menemukan jawaban yang sudah ada akan masalah teknik dalam penelitian yang sedang berjalan, dan menjaga kemutakhiran dengan melakukan pengembangan teknologi.
- Para produsen dalam industri yang menggunakan informasi paten untuk meningkatkan teknologi yang ada untuk memproduksi produk-produk baru, lebih baik dan lebih murah; menemukan jawaban terhadap masalah teknologi; menambah produksi dan produktivitas; mengetahui pemasok peralatan/bahan; menilai dokumen pembanding sebelum proyek manufaktur; mengidentifikasi teknologi yang cocok untuk adaptasi/transfer; dan mengevaluasi teknologi alternatif untuk proses transfer teknologi.
- Pengusaha/Pebisnis yang memanfaatkan informasi paten untuk mengidentifikasi produk baru dalam rangka pemasaran, lisensi atau distribusi; mengetahui pemilik paten; mengidentifikasi kompetitor baik domestik maupun asing; menghindari kemungkinan masalah pelanggaran; dan untuk mengetahui wilayah investasi.
- Konsultan dan Perencana yang memanfaatkan informasi paten untuk menilai teknologi yang masih aktif; membuat perkiraan teknologi dengan mengidentifikasi tren penemuan dalam bidang teknologi yang diberikan; memberikan nasihat kepada industri, R&D, dan institusi keuangan pada isu yang berhubungan dengan teknologi.
Dengan pemanfaatan informasi paten seperti diuraikan di atas, diharapkan dapat mendorong aktivitas riset dan inovasi sehingga pada gilirannya akan meningkatkan pengembangan dan penguasaan teknologi.
Salah satu organisasi yang menyediakan informasi paten yang dapat digunakan untuk pengembangan teknologi adalah WIPO (World Intellectual Property Organization). WIPO menyediakan informasi paten untuk permohonan-permohonan paten internasional yang diajukan oleh negara-negara yang tergabung dalam PCT.
PCT merupakan salah satu dari beberapa perjanjian internasional tentang hak kekayaan intelektual yang diratifikasi atau disetujui oleh Indonesia. Perjanjian ini memungkinkan untuk mendapatkan perlindungan paten atas suatu invensi secara serempak di sejumlah negara dengan cara mengajukan permohonan paten “internasional”. Permohonan tersebut dapat diajukan oleh siapa saja yang merupakan warga atau penduduk dari negara peserta. Pada umumnya, permohonan dapat diajukan ke kantor paten nasional atau regional dari negara peserta dimana orang yang mengajukan permohonan menjadi warga atau penduduknya. Selain itu permohonan dapat pula diajukan secara langsung ke Biro Internasional WIPO di Jenewa, Swiss.
PCT dibuat untuk mengatasi masalah-masalah yang sering timbul dalam sistem paten nasional. Masalah-masalah tersebut antara lain dalam sistem paten nasional suatu permohonan paten harus diajukan ke setiap negara dimana perlindungan paten ingin didapatkan (kecuali untuk sistem paten regional). Selain itu dalam sistem paten nasional pemeriksaan formal dari suatu permohonan paten yang diajukan di suatu negara harus dilakukan oleh Kantor Paten dari negara tersebut. Kantor Paten suatu negara juga harus memeriksa masalah substantif dari suatu permohonan paten, melakukan penelusuran untuk menentukan dokumen pembanding dalam bidang teknik dari invensi yang terkait dan harus melakukan pemeriksaan mengenai patentabilitas dari permohonan tersebut.
Dalam sistem paten tradisional pengajuan permohonan paten dilakukan secara tersendiri untuk setiap negara dimana perlindungan paten ingin didapatkan. Di bawah rute Konvensi Paris, prioritas dari permohonan sebelumnya dapat diklaim untuk permohonan-permohonan yang diajukan kemudian di negara-negara lain tetapi permohonan yang berikutnya tersebut harus diajukan dalam 12 bulan dari tanggal penerimaan dari permohonan awal. Hal ini menuntut pemohon untuk menyiapkan dan mengajukan permohonan paten untuk semua negara dimana ia mencari perlindungan untuk invensinya dalam jangka waktu satu tahun dari pengajuan permohonan pertama. Hal ini berarti pengeluaran untuk terjemahan, konsultan paten di berbagai negara dan pembayaran biaya ke kantor-kantor paten, semuanya pada satu waktu dimana pemohon sering tidak mengetahui apakah ia mungkin mendapatkan paten atau apakah invensinya benar-benar baru dibandingkan dengan invensi sebelumnya.
Pengajuan permohonan paten di bawah sistem tradisional berarti bahwa setiap Kantor paten dimana suatu permohonan diajukan harus melakukan pemeriksaan formal dari setiap permohonan yang diajukan. Jika Kantor paten memeriksa permohonan paten mengenai substantifnya, setiap Kantor harus melakukan penelusuran untuk menentukan dokumen pembanding dalam bidang teknik dari invensi itu dan harus melakukan pemeriksaan mengenai patentabilitas.
PCT merupakan perjanjian multilateral yang ditandatangani di Washington pada tahun 1970 dan mulai berlaku pada tanggal 21 Januari 1978. Perjanjian ini membentuk sistem pendaftaran paten bagi anggotanya dimana dengan satu pendaftaran paten, mempunyai efek pada banyak negara anggota PCT. Pertama kali PCT ditandatangani oleh 18 negara. Saat ini negara anggota PCT berjumlah 138 negara (per Oktober 2007).
PCT hanya merupakan sistem pendaftaran saja, tidak ada sistem pemberian paten PCT atau Paten Internasional. Namun demikian, prosedur permohonannya secara umum tetap sama. Hak dan tanggung jawab pemberian paten tetap pada kantor paten masing-masing.
Dengan adanya kemudahan sistem pendaftaran paten melalui PCT seperti diuraikan di atas, diharapkan dapat meningkatkan jumlah permohonan paten dalam negeri karena jumlah permohonan paten dalam negeri yang meningkat secara tidak langsung dapat menjadi indikator terjadinya pengembangan dan penguasaan teknologi.
Oleh karena itu akan dibandingkan jumlah permohonan paten dalam negeri di Indonesia maupun di Korea sebelum dan sesudah masing-masing negara bergabung dengan PCT.
Analisa
Dampak pengembangan dan penguasaan teknologi bagi Indonesia setelah menjadi anggota PCT dapat dilihat dari jumlah permohonan paten dalam negeri yang diajukan ke Kantor Paten. Jumlah permohonan paten dalam negeri dapat dijadikan ukuran terhadap pengembangan dan penguasaan teknologi karena dengan semakin bertambahnya jumlah permohonan paten dalam negeri berarti semakin banyak proses riset dan penelitian yang telah dilakukan untuk pengembangan dan penguasaan teknologi tersebut.
Untuk mengetahui jumlah permohonan paten dalam negeri yang diajukan ke Kantor Paten Indonesia maka diambil data statistik yang ada di internet melalui website resmi Dirjen HKI di www.dgip.go.id
Indonesia telah bergabung dengan PCT selama lebih dari 10 tahun sejak menjadi anggota pada tanggal 7 Mei 1997. Jumlah permohonan paten dalam negeri sebelum Indonesia bergabung dengan PCT berfluktuasi antara 30 hingga 60 permohonan per tahun. Contohnya, pada tahun 1991 saat Undang-Undang Paten mulai diberlakukan di Indonesia jumlah permohonan paten dalam negeri adalah 34 permohonan. Kemudian pada tahun 1992 jumlah permohonan dalam negeri meningkat menjadi 67 permohonan dan pada tahun 1993 jumlah permohonan dalam negeri turun kembali menjadi 38 permohonan.
Setelah Indonesia bergabung dengan PCT jumlah permohonan paten dalam negeri per tahun meningkat. Contohnya, pada tahun 1997 jumlah permohonan paten dalam negeri sebanyak 79 permohonan. Kemudian pada tahun 1998 jumlah permohonan paten dalam negeri meningkat menjadi sebanyak 93 permohonan dan tahun 1999 jumlah permohonan paten dalam negeri meningkat lagi menjadi 152 permohonan. Data terakhir jumlah paten dalam negeri pada tahun 2006 mencapai 282 permohonan. Lebih rinci mengenai jumlah permohonan paten dalam negeri per tahun di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Sementara itu untuk mengetahui jumlah permohonan paten dalam negeri di Korea Selatan maka diambil data statistik yang ada di internet melalui website resmi Korean Intellectual Property Office (KIPO) di www.kipo.go.kr
Korea Selatan telah bergabung dengan PCT selama lebih dari 23 tahun sejak menjadi anggota pada tanggal tanggal 10 Mei 1984. Dari data statistik diketahui permohonan paten dalam negeri Korea mulai ada sejak tahun 1947 dengan jumlah 236 permohonan. Kemudian pada tahun 1948 jumlah permohonan paten dalam negeri berkurang menjadi 169 permohonan. Jumlah permohonan paten dalam negeri Korea terus berfluktuasi hingga tahun 1978. Mulai tahun 1979 jumlah permohonan paten dalam negeri Korea meningkat terus hingga tahun 2006.
Setelah Korea Selatan bergabung dengan PCT jumlah permohonan paten dalam negeri per tahun juga meningkat. Contohnya, pada tahun 1984 jumlah permohonan paten dalam negeri sebanyak 2.014 permohonan. Kemudian pada tahun 1985 jumlah permohonan paten dalam negeri meningkat menjadi sebanyak 2.703 permohonan dan tahun 1986 jumlah permohonan paten dalam negeri meningkat lagi menjadi 3.641 permohonan. Data terakhir jumlah paten dalam negeri pada tahun 2006 mencapai 125.476 permohonan. Lebih rinci mengenai jumlah permohonan paten dalam negeri per tahun di Korea Selatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Dari data statistik yang ada jelas terlihat adanya dampak baik bagi Indonesia maupun Korea Selatan setelah menjadi anggota PCT terhadap pengembangan dan penguasaan teknologi yang ditandai dengan meningkatnya jumlah permohonan paten dalam negeri di masing-masing negara setelah menjadi anggota PCT.
Dengan bergabungnya Indonesia menjadi anggota PCT telah secara nyata meningkatkan jumlah permohonan paten dalam negeri dimana hal tersebut merupakan indikasi telah terjadinya pengembangan dan penguasaan teknologi di Indonesia. Namun jika dibandingkan dengan Korea Selatan jumlah permohonan paten dalam negeri di Indonesia masih tertinggal jauh. Saat ini persentase jumlah permohonan dalam negeri terhadap jumlah total permohonan paten yang diajukan ke Dirjen HKI kurang lebih 4%, sedangkan di Korea Selatan persentase jumlah permohonan dalam negeri terhadap jumlah total permohonan paten yang diajukan ke KIPO sudah mencapai kurang lebih 75%. Hal ini dapat disebabkan antara lain karena Korea Selatan telah lebih dulu mengenal mengenai perlindungan paten dibandingkan dengan Indonesia dan juga Korea Selatan lebih dulu bergabung dengan PCT dibandingkan dengan Indonesia.
Namun hal yang paling mendasar yang menyebabkan Korea Selatan lebih maju dalam pengelolaan hak kekayaan intelektualnya adalah adanya dukungan dari pemerintah yang serius untuk menangani masalah perlindungan hak kekayaan intelektual. Hal ini terbukti dengan telah dijadikannya KIPO sebagai departemen pemerintah pusat yang pertama kali beroperasi sebagai badan eksekutif yang membiayai sendiri kegiatannya. Selain itu juga mungkin disebabkan karena kultur masyarakat Korea Selatan yang mayoritas merupakan masyarakat industrialis sehingga mereka lebih sadar akan perlindungan hak kekayaan intelektual dibandingkan dengan kultur masyarakat Indonesia yang mayoritas masih merupakan masyarakat agraris.
Simpulan
Pengembangan dan penguasaan teknologi di Indonesia secara umum sudah cukup baik dengan bergabungnya Indonesia menjadi anggota PCT. Hal ini dapat dilihat dengan jumlah permohonan paten dalam negeri yang semakin lama semakin bertambah jumlahnya semenjak Indonesia menjadi anggota PCT. Namun perlu dilakukan banyak usaha yang keras termasuk koordinasi yang lebih baik antara pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah untuk lebih serius menangani masalah hak kekayaan intelektual terutama di bidang paten sehingga Indonesia dapat memanfaatkan secara maksimal semua sumber daya yang ada untuk mengembangkan dan menguasai teknologi khususnya teknologi yang tepat dan berguna bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang mayoritas masih bersifat agraris.
Tabel 1. Jumlah Permohonan Paten di Dirjen HKI
TAHUN/BULAN |
PATEN |
PATEN SEDERHANA |
JUMLAH |
||||
DALAM |
PCT |
LUAR |
PCT |
DALAM |
LUAR |
||
1991 |
34 |
1280 |
19 |
3 |
1336 |
||
1992 |
67 |
3905 |
12 |
43 |
4027 |
||
1993 |
38 |
2031 |
28 |
43 |
2140 |
||
1994 |
29 |
2305 |
33 |
60 |
2427 |
||
1995 |
61 |
2813 |
61 |
71 |
3006 |
||
1996 |
40 |
3957 |
59 |
76 |
4132 |
||
1997 |
79 |
3939 |
80 |
80 |
4178 |
||
1998 |
93 |
1608 |
145 |
109 |
32 |
1987 |
|
1999 |
152 |
1051 |
1733 |
168 |
19 |
3123 |
|
2000 |
156 |
1 |
983 |
2750 |
213 |
38 |
4141 |
2001 |
208 |
4 |
813 |
2901 |
197 |
24 |
4147 |
2002 |
228 |
6 |
633 |
2976 |
157 |
48 |
4048 |
2003 |
201 |
479 |
2620 |
163 |
29 |
3492 |
|
2004 |
226 |
1 |
452 |
2989 |
177 |
32 |
3877 |
2005 |
234 |
1 |
533 |
3536 |
163 |
32 |
4499 |
2006 |
282 |
6 |
519 |
3805 |
242 |
26 |
4880 |
2007 |
|||||||
JANUARI |
13 |
31 |
358 |
17 |
2 |
421 |
|
FEBRUARI |
27 |
29 |
342 |
20 |
3 |
421 |
|
MARET |
13 |
39 |
356 |
25 |
3 |
436 |
|
APRIL |
16 |
38 |
308 |
20 |
382 |
||
MEI |
30 |
1 |
31 |
365 |
19 |
1 |
447 |
JUNI |
19 |
46 |
428 |
14 |
3 |
510 |
|
JULI |
32 |
2 |
26 |
315 |
13 |
6 |
394 |
AGUSTUS |
23 |
1 |
52 |
367 |
16 |
4 |
463 |
SEPTEMBER | |||||||
OKTOBER |
|||||||
NOVEMBER | |||||||
DESEMBER | |||||||
JUMLAH |
2301 |
23 |
27593 |
26294 |
2025 |
678 |
58914 |
% |
3.91% |
0.04% |
46.84% |
44.63% |
3.44% |
1.15% |
100.00% |
Tabel 2. Permohonan Paten di KIPO
Classification |
Year |
Korean |
Foreign |
Total |
||
Applications |
Proportion |
Applications |
Proportion |
|||
Patents |
1947 |
236 |
100.0% |
0.0% |
236 |
|
1948 |
169 |
100.0% |
0.0% |
169 |
||
1949 |
233 |
100.0% |
0.0% |
233 |
||
1950 |
126 |
100.0% |
0.0% |
126 |
||
1951 |
30 |
100.0% |
0.0% |
30 |
||
1952 |
91 |
100.0% |
0.0% |
91 |
||
1953 |
68 |
89.5% |
8 |
10.5% |
76 |
|
1954 |
127 |
96.2% |
5 |
3.8% |
132 |
|
1955 |
144 |
92.3% |
12 |
7.7% |
156 |
|
1956 |
275 |
95.8% |
12 |
4.2% |
287 |
|
1957 |
443 |
94.5% |
26 |
5.5% |
469 |
|
1958 |
510 |
91.9% |
45 |
8.1% |
555 |
|
1959 |
634 |
90.2% |
69 |
9.8% |
703 |
|
1960 |
545 |
89.2% |
66 |
10.8% |
611 |
|
1961 |
800 |
93.2% |
58 |
6.8% |
858 |
|
1962 |
714 |
91.3% |
68 |
8.7% |
782 |
|
1963 |
670 |
86.9% |
101 |
13.1% |
771 |
|
1964 |
744 |
81.9% |
164 |
18.1% |
908 |
|
1965 |
858 |
84.3% |
160 |
15.7% |
1,018 |
|
1966 |
883 |
83.3% |
177 |
16.7% |
1,060 |
|
1967 |
855 |
72.6% |
322 |
27.4% |
1,177 |
|
1968 |
1,086 |
74.2% |
377 |
25.8% |
1,463 |
|
1969 |
1,154 |
67.8% |
547 |
32.2% |
1,701 |
|
1970 |
1,207 |
65.4% |
639 |
34.6% |
1,846 |
|
1971 |
1,283 |
67.3% |
623 |
32.7% |
1,906 |
|
1972 |
1,377 |
69.0% |
618 |
31.0% |
1,995 |
|
1973 |
1,622 |
67.6% |
776 |
32.4% |
2,398 |
|
1974 |
1,093 |
24.5% |
3,362 |
75.5% |
4,455 |
|
1975 |
1,326 |
45.5% |
1,588 |
54.5% |
2,914 |
|
1976 |
1,436 |
44.0% |
1,825 |
56.0% |
3,261 |
|
1977 |
1,177 |
37.5% |
1,962 |
62.5% |
3,139 |
|
1978 |
994 |
24.8% |
3,021 |
75.2% |
4,015 |
|
1979 |
1,034 |
21.9% |
3,688 |
78.1% |
4,722 |
|
1980 |
1,241 |
24.5% |
3,829 |
75.5% |
5,070 |
|
1981 |
1,319 |
24.9% |
3,984 |
75.1% |
5,303 |
|
1982 |
1,556 |
26.3% |
4,368 |
73.7% |
5,924 |
|
1983 |
1,599 |
25.0% |
4,795 |
75.0% |
6,394 |
|
1984 |
2,014 |
23.3% |
6,619 |
76.7% |
8,633 |
|
1985 |
2,703 |
25.5% |
7,884 |
74.5% |
10,587 |
|
1986 |
3,641 |
28.5% |
9,118 |
71.5% |
12,759 |
|
1987 |
4,871 |
28.5% |
12,191 |
71.5% |
17,062 |
|
1988 |
5,696 |
28.4% |
14,355 |
71.6% |
20,051 |
|
1989 |
7,021 |
30.1% |
16,294 |
69.9% |
23,315 |
|
1990 |
9,082 |
35.2% |
16,738 |
64.8% |
25,820 |
|
1991 |
13,253 |
47.1% |
14,879 |
52.9% |
28,132 |
|
1992 |
15,952 |
51.3% |
15,121 |
48.7% |
31,073 |
|
1993 |
21,459 |
58.8% |
15,032 |
41.2% |
36,491 |
|
1994 |
28,564 |
62.5% |
17,148 |
37.5% |
45,712 |
|
1995 |
59,236 |
75.5% |
19,263 |
24.5% |
78,499 |
|
1996 |
68,413 |
75.7% |
21,913 |
24.3% |
90,326 |
|
1997 |
67,346 |
72.6% |
25,388 |
27.4% |
92,734 |
|
1998 |
50,596 |
67.3% |
24,592 |
32.7% |
75,188 |
|
1999 |
55,970 |
69.4% |
24,672 |
30.6% |
80,642 |
|
2000 |
72,831 |
71.4% |
29,179 |
28.6% |
102,010 |
|
2001 |
73,714 |
70.5% |
30,898 |
29.5% |
104,612 |
|
2002 |
76,570 |
72.1% |
29,566 |
27.9% |
106,136 |
|
2003 |
90,313 |
76.1% |
28,339 |
23.9% |
118,652 |
|
2004 |
105,250 |
75.1% |
34,865 |
24.9% |
140,115 |
|
2005 |
122,188 |
75.9% |
38,733 |
24.1% |
160,921 |
|
2006 |
125,476 |
75.5% |
40,713 |
24.5% |
166,189 |
|
|
1,111,818 |
67.7% |
530,795 |
32.3% |
1,642,613 |
Pustaka
Drahos, P., The Universality of Intellectual Property Rights: Origins and Development (Queen Mary and Westfield College, London, United Kingdom.)
Drexl, J., International Competition Law – A Missing Link between TRIPS and Transfer of Technology (University of Munich, Faculty of Law.)
Ng Siew Kuan, E., The Impact of the International Patent System on Developing Countries (World Intellectual Property Organization, Geneva, 2003.)
Small and Medium Sized Enterprises Division, Intellectual Property for Business (World Intellectual Property Organization, Geneva.)
WIPO Publication No. 906(E), Exchanging Value Negotiating Technology Licensing Agreements, A Training Manual (World Intellectual Property Organization, Geneva, January 2005.)
WIPO Publication, Intellectual Property: A Power Tool for Economic Growth (World Intellectual Property Organization, Geneva)
The 2006 Annual Report of the Korean Intellectual Property Office.
[1] Tahun 1896, Sakichi Toyota mendapatkan paten untuk perkakas tenun bertenaga listrik yang mirip dengan mesin-mesin sebelumnya yang digunakan di Eropa. Tigabelas tahun setelah percobaan pertamanya, Sakichi sukses menemukan perkakas tenun otomatis. Sejumlah paten lain diperoleh untuk melengkapi dan memperbaiki invensi tersebut dan akhirnya, tahun 1924, Perkakas Tenun Otomatis Toyota Tipe G masuk ke pasaran. Kiichiro Toyota, anak Sakichi, melakukan persetujuan penting dengan Platt Brothers & Co. untuk komersialisasi perkakas tenun otomatis tersebut. Platt Brothers membayar Toyota £100,000 (sama dengan US$25 juta saat ini) untuk hak ekslusif membuat dan menjual perkakas tenun otomatis tersebut ke negara manapun selain Jepang, Cina dan Amerika Serikat. Hal itu memberikan suntikan modal yang besar untuk investasi selanjutnya dalam riset dan pengembangan. Toyota memutuskan untuk menginvestasikan £100,000 sebagai modal awal untuk mendirikan sebuah perusahaan mobil.
Sumber: Tadashi Ishii, Industrial Innovation in Japan and the Role of the Patent System: Case Study of Toyota (presented at Conference, Washington University, St. Louis Missouri, October 2000).
[2] Pliva, perusahaan yang paling menguntungkan di Kroasia dan perusahaan farmasi terbesar di Eropa Tengah, sangat dikenal sebagai perusahaan multinasional yang pertama tumbuh di Eropa Tengah. Pliva dulunya merupakan perusahaan yang hidup dengan susah payah. Keberuntungan perusahaan ini memberi kesaksian perubahan haluan yang dramatis, setelah penemuan azithromycin-nya. Saat ini, azithromycin adalah antibiotik yang paling laku di dunia. Dipatenkan oleh Pliva tahun 1980, obat tersebut kemudian dilisensikan ke Pfizer, yang memasarkannya sebagai Zithromax. Penjualan Zithromax melebihi US$1 bilyun tahun lalu dan diharapkan terus bertambah. Pendapatan fenomenal yang berasal dari perjanjian lisensi tersebut telah memudahkan pengembangan Pliva yang cepat melewati Kroasia, Polandia dan Rusia. Sesungguhnya, semua ini berawal hanya karena para ilmuwan Pfizer kebenaran tiba-tiba menemukan paten Pliva tahun 1981 ketika sedang melakukan penelusuran dokumen-dokumen paten di Kantor Paten Amerika Serikat.
Sumber: Wall Street Journal (Brussels), March 3, 1999, 14.
[3] Kelompok bisnis Dr. K. Anji Reddy’s telah berkembang dengan cepat menjadi perusahaan farmasi internasional, menyediakan kualitas yang baik dan produk-produk farmasi yang efektif dari segi biaya ke pasar-pasar di dunia. Yayasan Riset Dr. Reddy’s (DRF) didirikan tahun 1993 dengan tujuan menemukan pengobatan-pengobatan baru. DRF menghubungkan kebanyakan suksesnya pada perlindungan paten. Dengan melindungi inovasi-inovasinya melalui paten, DRF dapat memasarkan dan melisensikan obat-obat barunya di seluruh dunia. DRF telah mengajukan permohonan-permohonan paten di beberapa negara untuk semua invensinya, termasuk 31 permohonan paten produk di Amerika Serikat, 17 diantaranya telah diberi paten. Di India, 110 permohonan paten produk dan proses juga telah diajukan. Karena perlindungan paten berpusat pada aktivitas-aktivitasnya, DRF telah mendirikan grup Manajemen Kekayaan Intelektual sendiei untuk mengawasi semua permohonan paten internasional dan masalah-masalah yang berhubungan dengan strategi paten.
Sumber: Dr. Reddy’s Research Foundation
[4] Biobrás adalah laboratorium kecil, mandiri di Universitas Federal, Minas Gerais, Brazil. Biobrás memulai aktivitasnya menghasilkan enzim dengan perjanjian lisensi dengan Pusat Enzim New Englan yang berbasis di Amerika Serikat. Tahun 1977, dengan bantuan dari Kementerian Kesehatan Brazil, Biobrás menegosiasikan perjanjian usaha patungan dengan pemegang paten dan perusahaan farmasi multinasional Eli Lilly untuk pembuatan insulin hewan dan komersialisasinya di Brazil. Sebagai bagian dari perjanjian kerjasama pegawai Biobrás dilatih oleh Eli Lilly dalam berbagai aspek riset dan pengembangan dan juga administrasi dan pemasaran. Pada saat perjanjian dengan Eli Lilly berakhir enam tahun kemudian. Biobrás telah menjadi pembuat insulin yang penting yang menggunakan teknologi yang menjadi patokan. Sementara itu, Biobrás juga terlibat dalam riset yang mendorong ke arah terobosan penting. Biobrás sekarang telah menjadi perusahaan farmasi ke-4 – dan satu-satunya perusahaan non-multinasional – yang mempunyai kapasitas dan teknologi untuk membuat insulin rekombinan manusia. Teknologi tersebut telah dikembangkan oleh Biobrás bekerja sama dengan Universitas Brasilia dan kemudian dipatenkan di Brazil, Amerika Serikat, Kanada dan Eropa.
Sumber: website Biobras, http://www.uol.com.br, website Biominas, USPTO, dan pharmalicensing.com